Perbuatan administrasi Negara (TUN) dapat dkelompokkan ke dalam 3 (tiga) macam perbuatan, yakni; mengeluarkan keputusan, mengeluarkan peraturan perundang-undangan, dan melakukan perbuatan materiil.
Dalam melakukan perbuatan tersebut badan atau pejabat tata usaha Negara tidak jarang terjadi tindakan-tindakan yang menyimpang dan melawan hukum, sehingga dapat menimbulkan berbagai kerugian bagi yang terkena tindakan tersebut. Kerugian yang ditimbulkan inilah yang akan mengakibatkan adanya sengketa TUN.
Sengketa esktern atau sengketa antara administrasi Negara dengan rakyat adalah perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi Negara dengan rakyat sebagai subjek yang berperkara ditimbulkan oleh unsur dari unsure peradilan administrasi murni yang mensyaratkan adanya minimal dua pihak dan sekurang-kurangnya salah satu pihak harus administrasi Negara, yang mencakup administrasi Negara di tingkat daerah maupun administrasi Negara pusat yag ada di daerah.
Dengan demikian sengketa intern adalah menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang disengketakan dalam satu departemen (instansi) atau kewenangan suatu departemen (instansi) terhadap departemen yang lainnya yang disebabkan tumpang tindihnya kewenangan sehingga menimbulkan kekaburan kewenangan. Sengketa ini dapat juga disebut sebagai hukum antar wewenang.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah UU PTUN menganut sengketa intern maupun sengketa ekstern. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat ditelusuri dan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU PTUN yang menyebutkan sebagai berikut:
Sengketa tata usaha Negara adalah sengketa yang ditimbul dalam bidang tata usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara,baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari pasal tersebut dapat diketahi bahwa tolak ukur sebjek sengketa tata usaha negara adalah orang/individu atau badan hukum perdata disatu pihak dan badan atau pejabat tata usaha negara dipihak lainnya. Dengan demikian, para pihak dalam sengketa tata usaha negara adalah orang atau badan hokum perdata dan badan atau pejabat tata usaha negra. Sedangkan tolak ukur sengketa adalah akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara. Dengan demikian, UU PTUN hanya menganut sengketa ekstern.Dan perbuatan atu tindakan badan atau pejabat tata usaha negara yang menjadi kompetensi PTUN adalah yang menyagkut perbuatan atau tindakan mengeluarkan keputusan.
Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang yang timbul dibidang tata usaha negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan badan atau Pejabat tata usaha negara, akibat dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha Negara. Dari hal ini jelas bagi kita bahwa yang dapat digugat di pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah badan atau Pejabat Tata Usaha Negara karena badan atau Pejabta Tata Usaha Negara inilah yang dapat mengeluarkan suatu keputusan Tata Usaha Negara. Sedangkan yang berhak menggugat atau yang menjadi penggugat ialah orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan karena dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara oleh badan atau pejabta tata usaha negara yang bersangkutan. Karena sengketa tata usaha negara tersebut selalu berkaitan dengan dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara, maka satu-satunya pihak yang apat digugat di pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha negara adalah badan atau pejabat tata usaha negara. Berdasarkan hal ini maka dalam acara peradian tata usaha negara tidak dikenal adanya gugat balik atau gugat rekonvensi atau dengan kata lain seorang pejabat tata usaha negara yang merasa dirugiakn baik moril maupun materiil karena adanya gugat dari warga masyarakat atau badan hukum perdat,tidak dapat mengajukan gugat balik atau gugat rekonvensi. Hal ini disebabkan karena sengketa tata usaha tersebut berkenaan dengan masalah sah atau tidaknya suatu keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Sengketa mengenai kepentingan hak termasuk hak menuntut ganti rugi, tidaklah termasuk wewenang peradilan tata usaha negara untuk mengadilinya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh E. Utrecht bahwa pendapat yang pada zaman sekarag berlaku di negara belanda dan zaman sekarang di Indonesia oleh ilmu hokum dan yurisprudensi adalah pendapat Buys.
Menurut Buys seperti telah dikemukan sebelumnya walaupn pokok dalam perselisihan {objectum litis} terletak di lapangan hukum publik, bila yang dirugikan adalah hak privat sehingga perlu memita ganti rugi maka yang berwenang mengadili adalah hakim biasa atau peradilan umum.
Pangkal Sengketa Tata Usaha Negara
Di dalam sengketa tata usaha negara yang menjadi pangkal sengketa adalah keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,yang bersifat konkret,individual,dan final yag menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata.
Dalam gugat-menggugat, selalu terdapat dua pihak atau yang saling bersengketa. Dalam sengketa administrasi negara (TUN) sekurang-kurangnya harus ada pihak yang bersengketa dan salah satu pihak di antaranya harus badan atau pejabat admnistrasi negara (TUN).
Berdasarkan pada pengertian di atas, yang menjadi pangkal sengketa dalam peradilan TUN itu sangat terbatas pada keputusan saja,dan ini pun dipersempit lagi hanya keputusan TUN yang tertulis saja. Hal ini berarti, tidak semua tindakan badan atau pejabat TUN ini dapat digugat melalui Peradilan TUN. Namun, yang dapat digugat melalui Peradilan TUN sebatas keputusan TUN saja. Tindakan-tindakan badan atau pejabat TUN yang tanpa keputusan tidak menjadi objek sengketa Peradilan TUN.
Dari pengertian itu dapat ditarik unsure-unsur KTUN adalah sebagai berikut:
Suatu penetapan tertulis,
Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara,
Berisi tindakan hukum tata usaha negara,
Bersifat konkret,
Individual, dan
Final,
Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN disebutkan bahwa suatu penetapan tertulis adalah terutama menunjuk kepada isi bukan bentuk (form). Persyaratan tertulis adalah semata untuk kemudahan segi pembuktian.
Penulis : Irwan Hukum 05 UNHAS
3 komentar:
maaf saya blum kenalan dinda saya Muh.nursalam.. jadi intinya update ilmu setiap saat
luar biasa ada blognya
Postingan saudara ada yang mengganjal dan sedikit sumir menurut saya, terkhusus dibagian anda mengatakan "Dengan demikian Undang-undang PTUN hanya menganut sengketa ekstern"
Posting Komentar