Selasa, 03 Februari 2009

DUNIA ISLAM dan OBAMA

Salah satu yang ditunggu oleh umat Islam pascapelantikan Presiden AS Barrack Hussein Obama ialah langkah dan kebijakannya tentang dunia Islam.
Dalam pidato inaugurasi pascapelantikan, Obama menyatakan akan membangun hubungan yang saling menguntungkan dan saling menghormati antara AS dan dunia Islam. Lebih lanjut, dalam wawancara pertamanya televisi al-Arabiya, Obama secara lebih spesifik menyatakan bahwa pemerintah AS saat ini akan lebih banyak mendengarkan daripada mendiktekan keinginannya kepada dunia Islam, khususnya tentang masalah Timur Tengah. Bahkan Obama juga menjanjikan kunjungan kenegaraan ke negara muslim terbesar sesegera mungkin.

Namun penulis berargumen bahwa tidak sepatutnya berharap terlalu tinggi kepada Obama. Kebijakan politik Obama akan ditentukan oleh visi dan opini pribadinya serta juga keterikatannya dengan platform Partai Demokrat yang liberal. Memang latar belakang kultural Obama yang unik diharapkan mampu melahirkan diplomasi yang bijaksana untuk memenangkan simpati dari orang-orang yang kecewa George Bush. Pada level inilah, kecenderungan multikultur Obama diharapkan bisa bertemu dengan keinginan kaum muslim akan hubungan antarperadaban yang lebih konstruktif di masa depan.
Umat Islam AS
Pilpres 2008 mencatat rekor besarnya partisipasi pemilih muslim yang memilih Obama. Data yang dikeluarkan Center for Muslim Studies memperkirakan sekitar 70% sampai 90% pemilih muslim memilih Obama. Di negara bagian Virginia di mana Capres Partai Demokrat belum pernah menang dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, Obama bisa menang dengan selisih sekitar 160.000 suara, 70.000 di antaranya, menurut Muslim American Society Freedom Foundation di Virginia, berasal dari pemilih muslim.
Secara umum, kelompok-kelompok muslim AS tidak menampakkan dukungan secara terbuka kepada Obama selama masa kampanye berlangsung. Selain kekhawatiran dukungan terbuka untuk Obama bisa dimanfaatkan lawan politiknya untuk menjatuhkan Obama dengan isu Islam, mereka juga tidak merasa sepenuhnya senang dengan rekam jejak Obama dalam isu-isu etika serta tim kampanyenya yang cenderung menjauhi kelompok muslim.
Pada masa kampanye, ketika dukungan kaum muslim meningkat gara-gara Obama dituduh muslim, tim kampanye Obama merespons isu tersebut secara kurang elegan dengan menekankan kekristenan Obama, namun tidak memberi catatan bahwa tidak ada yang salah menjadi seorang muslim Amerika.
Terpilihnya Obama memang memberi harapan tersendiri bagi kaum muslim yang berharap kebijakan Obama mampu memupuskan teori konflik antarperadaban. Namun kaum muslim juga tidak terlalu berharap bahwa Obama akan memiliki kekuatan ajaib yang mampu menghilangkan segala diskriminasi rasial dan agama. Melihat rekam jejak Obama, kaum muslim AS pun tidak terlalu yakin Obama mampu melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro-agama.
Masalah Timur Tengah
Kebijakan politik luar negeri Obama mengenai masalah Timur Tengah tampaknya juga tidak akan banyak berubah dari para pendahulunya. AS telah memiliki cetak biru tentang bagaimana menangani wilayah itu. Yang mungkin agak berbeda adalah Obama memiliki visi yang lebih menekankan diplomasi daripada pendekatan keamanan. Obama secara konsisten tidak mendukung kebijakan invasi AS ke Irak. Meski menjanjikan penarikan pasukan AS dari Irak secepatnya, namun Obama tetap berkeinginan menempatkan sejumlah kecil pasukan AS di Irak, utamanya untuk melindungi personel dan fasilitas AS, melatih tentara Irak, dan memburu jaringan al-Qaidah.
Berbeda dengan Irak, Obama justru akan mempertahankan bahkan menambah pasukan AS di Afghanistan dan perbatasan Pakistan dengan tujuan membasmi jaringan al-Qaidah. Obama juga berjanji untuk lebih menekankan diplomasi dalam menangani masalah nuklir Iran, meskipun tidak menghapus opsi serangan militer ke Iran jika Iran tetap melanjutkan program senjata nuklirnya. Obama menjanjikan peningkatan hubungan ekonomi AS-Iran dan memberikan jaminan keamanan jika Iran bersedia menghentikan program pengayaan uraniumnya.
Obama juga tampak jelas bersimpati kepada rakyat Palestina. Dalam salah satu kampanyenya di Iowa, Obama mengatakan bahwa tidak ada yang lebih menderita daripada rakyat Palestina. Namun dia menuding Hamas, kelompok militan yang berkuasa di Palestina, sebagai penyebab penderitaan rakyat Palestina karena tidak mau melanjutkan perundingan damai dengan Israel. Tentu saja dia berpihak pada Israel dan mendukung sepenuhnya keberadaan negara zionis tersebut.
Sayangnya, Obama tidak memiliki konsep perdamaian Palestina-Israel yang konkret, termasuk ketika ia hanya diam dan tidak mengeluarkan komentar apapun tentang invasi Israel ke Gaza baru-baru ini.
Isu-isu etika
Menurut catatan National Gay and Lesbian Task Force, Obama mendukung hak-hak kaum gay sejak masih menjadi senator negara bagian Illinois dan menolak segala bentuk diskriminasi yang berbasis orientasi seksual. Dia juga mendukung kebijakan yang mengizinkan kaum gay dan lesbian menjadi tentara.
Tidak heran jika Obama mendapatkan penilaian sempurna dari Planned Parenthood atas dukungannya kepada UU tentang keluarga berencana dan hak aborsi ketika menjadi senator.
Sebagai pemeluk Kristen, sebenarnya Obama menolak pernikahan kaum gay atau lesbian. Meski Obama menolak perkawinan sejenis, namun ia juga menolak perundang-undangan yang melarang perkawinan sejenis. Dalam bukunya, The Audacity of Hope, Obama menyatakan bahwa sebagai seorang Kristen sekaligus seorang pejabat negara, ia memiliki kewajiban untuk tetap membuka diri akan kemungkinan bahwa ia salah ketika memutuskan untuk tidak mendukung perkawinan sejenis.
Dalam hal aborsi, Obama mendukung kemerdekaan dan hak perempuan untuk memilih aborsi atau tidak. Bahkan Obama juga mendukung pilihan perempuan untuk aborsi meskipun dilakukan ketika janin di kandungan sudah besar. Isu ini merupakan salah satu isu krusial yang dimunculkan kelompok Kristen konservatif. Isu-isu tentang etika ini pula menjadi salah satu alasan kaum muslim AS memberikan suaranya untuk George Bush pada Pilpres 2000 karena Bill Clinton dan Partai Demokrat pada dasawarsa 1990-an terlalu liberal pada isu-isu yang menyangkut kaum gay dan lesbian, perkawinan dan juga aborsi.
Sayangnya, baru beberapa hari menjabat, Obama sudah menuai kecaman dari kelompok agamawan termasuk Vatikan ketika dia mengeluarkan memorandum yang mencabut larangan pemberian dana pemerintah federal bagi kelompok pro-aborsi. Larangan ini pertama kali diberlakukan pada tahun 1984 oleh Ronald Reagan, presiden dari Partai Republik. Pada tahun 1993, Presiden Bill Clinton dari Partai Demokrat mengakhiri larangan ini, namun Presiden George Bush dari Partai Republik kembali memberlakukannya pada tahun 2001.
Terakhir, meskipun dihadang persoalan tersebut di atas, bukan berarti tidak ada kemungkinan bagi Obama untuk bisa memenuhi harapan publik Islam. Langkah pertama yang harus dilakukan Obama adalah menyelesaikan krisis ekonomi yang sedang melanda AS. Pemulihan ekonomi AS akan menjadi test case pertama Obama untuk membuktikan bahwa perubahan yang ia janjikan benar-benar bisa terwujud. Obama perlu belajar dari kasus perselingkuhan yang menimpa Bill Clinton dengan Monica Lewinsky pada tahun 1998. Clinton terhindar dari impeachment oleh Senat karena publik AS secara umum puas dengan kinerja pemerintahan Clinton. Jika Obama mampu memulihkan perekonomian AS, publik AS akan lebih mudah menerima visi pribadi Obama dalam menjalankan diplomasi dengan umat Islam dan dunia Islam secara umum.

0 komentar:

Posting Komentar